Saturday, May 29, 2010

Sejarah Kerajaan Banjar


Di Kalimantan Selatan telah berdiri suatu pemerintahan dari dinasti kerajaan (keraton) yang terus menerus berlanjut hingga daerah ini digabungkan ke dalam Hindia Belanda sejak 11 Juni 1860, yaitu :

1. Keraton awal disebut Kerajaan Kuripan/Kerajaan Tanjung Puri
2. Keraton I disebut Kerajaan Negara Dipa
3. Keraton II disebut Kerajaan Negara Daha
4. Keraton III disebut Kesultanan Banjar
5. Keraton IV disebut Kerajaan Martapura/Kayu Tangi

Maharaja Sukarama, Raja Negara Daha telah berwasiat agar penggantinya adalah cucunya Raden Samudera, anak dari putrinya Puteri Galuh Intan Sari. Ayah dari Raden Samudera adalah Raden Manteri Jaya, putra dari Raden Begawan, saudara Sukarama. Wasiat tersebut menyebabkan Raden Samudera terancam keselamatannya karena para Pangeran juga berambisi sebagai pengganti Sukarama yaitu Pangeran Bagalung, Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Tumenggung. Sepeninggal Sukarama, Pangeran Mangkubumi putra Sukarama menjadi Raja Negara Daha, selanjutnya digantikan Pangeran Tumenggung yang juga putra Sukarama. Raden Samudera sebagai kandidat raja dalam wasiat Sukarama terancam keselamatannya, tetapi berkat pertolongan Arya Taranggana, mangkubumi kerajaan Daha, ia berhasil lolos ke hilir sungai Barito, kemudian ia dijemput oleh Patih Masih (Kepala Kampung Banjarmasih) dan dijadikan raja Banjarmasih sebagai upaya melepaskan diri dari Kerajaan Negara Daha dengan mendirikan bandar perdagangan sendiri dan tidak mau lagi membayar upeti. Pangeran Tumenggung, raja terakhir Kerajaan Negara Daha akhirnya menyerahkan regalia kerajaan kepada keponakannya Pangeran Samudera, Raja dari Banjarmasih. Setelah mengalami masa peperangan dimana Banjar mendapat bantuan dari daerah pesisir Kalimantan dan Kesultanan Demak. Hasil akhirnya kekuasaan kerajaan beralih kepada Pangeran Samudera yang menjadi menjadi Sultan Banjar yang pertama, sementara Pangeran Tumenggung mundur ke daerah Alay di pedalaman dengan seribu penduduk.

Kesultanan Banjar mulai mengalami masa kejayaan pada dekade pertama abad ke-17 dengan lada sebagai komoditas dagang, secara praktis barat daya, tenggara dan timur pulau Kalimantan membayar upeti pada kerajaan Banjarmasin. Sebelumnya Kesultanan Banjar membayar upeti kepada Kesultanan Demak, tetapi pada masa Kesultanan Pajang penerus Kesultanan Demak, Kesultanan Banjar tidak lagi mengirim upeti ke Jawa.

Supremasi Jawa terhadap Banjarmasin, dilakukan lagi oleh Tuban pada tahun 1615 untuk menaklukkan Banjarmasin dengan bantuan Madura dan Surabaya, tetapi gagal karena mendapat perlawanan yang sengit.

Sultan Agung dari Mataram (1613–1646), mengembangkan kekuasaannya atas pulau Jawa dengan mengalahkan pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa seperti Jepara dan Gresik (1610), Tuban (1619), Madura (1924) dan Surabaya (1625). Pada tahun 1622 Mataram kembali merencanakan program penjajahannya terhadap kerajaan sebelah selatan, barat daya dan tenggara pulau Kalimantan, dan Sultan Agung menegaskan kekuasaannya atas Kerajaan Sukadana tahun 1622.

Seiring dengan hal itu, karena merasa telah memiliki kekuatan yang cukup dari aspek militer dan ekonomi untuk menghadapi serbuan dari kerajaan lain, Sultan Banjar mengklaim Sambas, Lawai, Sukadana, Kotawaringin, Pembuang, Sampit, Mendawai, Kahayan Hilir dan Kahayan Hulu, Kutai, Pasir, Pulau Laut, Satui, Asam Asam, Kintap dan Swarangan sebagai vazal dari kerajaan Banjarmasin, hal ini terjadi pada tahun 1636.

Sejak tahun 1631 Banjarmasin bersiap-siap menghadapi serangan Kesultanan Mataram, tetapi karena kekurangan logistik, maka rencana serangan dari Kesultanan Mataram sudah tidak ada lagi. Sesudah tahun 1637 terjadi migrasi dari pulau Jawa secara besar-besaran sebagai akibat dari korban agresi politik Sultan Agung. Kedatangan imigran dari Jawa mempunyai pengaruh yang sangat besar sehingga pelabuhan-pelabuhan di pulau Kalimantan menjadi pusat difusi kebudayaan Jawa.

Disamping menghadapi rencana serbuan-serbuan dari Mataram, kesultanan Banjarmasin juga harus menghadapi kekuatan Belanda.

Sebelum dibagi menjadi beberapa daerah (kerajaan kecil), wilayah asal Kesultanan Banjar meliputi provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, sebelah barat berbatasan dengan Kerajaan Tanjungpura dan sebelah timur berbatasan dengan Kesultanan Pasir. Pada daerah-daerah pecahan tersebut, rajanya bergelar Pangeran, hanya di Kesultanan Banjar yang berhak memakai gelar Sultan. Kesultanan-kesultanan lainnya mengirim upeti kepada Kesultanan Banjar, termasuk Kesultanan Pasir yang ditaklukan tahun 1636 dengan bantuan Belanda.
[sunting] Wilayah

Menurut Hikayat Banjar sejak jaman Hindu, wilayah kerajaan Banjar paling barat adalah Kerajaan Sambas (dilanjutkan Kesultanan Sambas) sedangkan wilayah paling timur adalah Karasikan/Kerajaan Tidung (dilanjutkan Kesultanan Bulungan). Kerajaan Banjar tidak pernah mengklaim Kalimantan bagian utara, dan sejauh ini juga belum pernah ditemukan catatan bahwa Kesultanan Banjar mengirim upeti kepada Kesultanan Brunei sebagai penguasa wilayah utara Kalimantan. Suku Banjar merupakan kelompok masyarakat Melayu yang terbanyak di Kalimantan, bahkan jika dibanding dengan suku Brunei. Kesultanan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, yang pada masa itu belum banyak suku pendatang yang mendominasi seperti saat ini seperti suku Jawa, Bugis, Mandar, Arab dan Cina.

Teritorial Kerajaan Banjar pada abad ke-17 dalam tiga wilayah meskipun terminologi ini tidak dipergunakan dalam sistem politik dan pemerintahan dalam kerajaan, yaitu :

1. Negara Agung
2. Mancanegara
3. Pesisir

Wilayah kerajaan Banjar meliputi titik pusat yaitu istana raja di Martapura dan berakhir pada titik luar dari negeri Sambas sampai ke negeri Karasikan. Terminologi wilayah Tanah Seberang, tidak ada dalam Kesultanan Banjar, karena tidak memiliki jajahan di luar pulau, walaupun orang Banjar juga merantau sampai keluar pulau Kalimantan.

Dalam perjalanan sejarah ketetapan wilayah Kesultanan Banjar tersebut tidak dapat dilihat dengan jelas dengan batas yang tetap karena dipengaruhi oleh keadaan yang tidak stabil dan batas wilayah yang fleksibel disebabkan oleh berkembangnya atau menurunnya kekuasaan Sultan Banjar.

* Daerah Martapura sebagai Kota Raja merupakan wilayah/ring pertama dan pusat pemeritahan Sultan Banjar.

* Wilayah teritorial/ring kedua, Negara Agung terdiri dari :

1. Tabuniau, atau Tanah Laut, daerah laut, kebalikan arah dari "tanah darat".
2. Daerah Banjar Lama dengan Pelabuhan Banjarmasin (Tatas).
3. Banua Ampat artinya banua nang empat: Banua Padang, Banua Halat, Banua Parigi dan Banua Gadung.
4. Margasari
5. Alay
6. Amandit
7. Banua Lima artinya lalawangan nang lima: Negara, Alabio, Sungai Banar, Amuntai dan Kalua
8. Muarabahan (atau Pulau Bakumpai yaitu tebing barat sungai Barito dari muara hingga dekat Mengkatip).
9. Tanah Dusun (hulu sungai Barito, pada 13 Agustus 1787 Dusun Atas menjadi milik VOC tetapi daerah Mengkatip [Dusun Bawah] dan Tamiang Layang [Dusun Timur] dan sekitarnya tetap sebagai wilayah inti Kesultanan Banjar).

Teritorial Negara Agung ini semakin berkurang dan tidak mempunyai akses ke laut Jawa terkepung oleh wilayah Hindia Belanda ketika pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam menyerahkan lagi kepada Hindia Belanda : Pulau Tatas (Banjarmasin bagian Barat), Kuin Selatan, Pulau Bakumpai dan Pulau Burung (tepi timur sungai Barito dari muaranya hingga Mantuil sampai Kampung Cina di tepi barat sungai Martapura).

* Teritorial/ring ketiga, yaitu Mancanegara, dengan tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin meluas disebut Borneo Selatan terdiri dari :
o Wilayah Barat : Biaju, Kahayan, Sebangau, Mendawai, Sampit, Pembuang, Kotawaringin dan Jelai dalam Hikayat Banjar semua daerah ini dibawah Kotawaringin, pada akhir abad ke-19 Hindia Belanda menjadikannya Afdeeling Tanah Dayak dan Afdeeling Sampit.
o Wilayah Timur : Swarangan, Asam-Asam, Kintap, Satui, Laut-Pulau, Pamukan dan Pasir; dalam Hikayat Banjar abad ke-17 semua daerah ini dibawah Pasir, tetapi pada akhir abad ke-19 Hindia Belanda memasukannya ke dalam Onderafdeeling Tanah Laoet dan Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dengan 11 swapraja : Sabamban, Koensan, Pegatan, Batoe Litjin, Poelau Laoet, Bangkalaan, Tjangtoeng, Sampanahan, Manoenggoel, Tjingal dan Pasir.

* Teritorial/ring keempat, yaitu Pesisir, dengan tambahan kedua wilayah ini teritorial kerajaan semakin bertambah luas sehingga membentuk Provinsi Borneo pada masa Hindia Belanda, terdiri dari :
o Pesisir Barat : Sukadana (serta Mempawah, Landak), Batang Lawai/sungai Kapuas (Sanggau, Sintang dan Lawai), Sambas dan pantai sebelah Barat disebut tanah yang di bawah angin, kemudian menjadi Borneo Barat yang dibentuk dari Afdeeling Sambas dan Afdeeling Pontianak.
o Pesisir Timur : Kutai, Berau (Gunung Tabur, Sambaliung), Karasikan (serta Bulungan) dan pantai sebelah Timur disebut tanah yang di atas angin kemudian menjadi Borneo Timur.

Source: Not Stated ( Facebook)

No comments:

Post a Comment